PDW 2012 Part I

Pendidikan Dasar Wanadri 2012 memang telah berlalu, namun setiap moment yang terjadi selama sebulan lamanya itu akan membekas dan menjadi catatan dalam hidup.

Di pagi buta tanggal 16 juli 2012, saya, Falah, Odang, Dido Bios, Sapril, Agus & Ucup bergegas meninggalkan sekretariat KSR unit Unpas menuju taman pramuka dimana yang menjadi tempat berkumpulnya siswa Pendidikan Dasar Wanadri 2012.

Mungkin karena hari masih terlalu pagi, angkot yang biasanya beroperasi belum juga nampak, alhasil kita harus berjalan kaki sambil berharap mendapat tumpangan. Akhirnya Falah berhasil membujuk sopir angkot yang masih berisitrahat di sekitar BIP untuk mengantar kami ke taman pramuka.

Setibanya di taman pramuka kami disuruh jungkir balik oleh Fahmi Arasulli sebagai konsekuensi atas keterlambatan kami. Dan ternyata banyak juga yang datangnya lebih telat dari kami.

Pagi itu para siswa Pendidikan Dasar Wanadri 2012 akan melakukan longmarch pertama dengan mengambil titik start dari tempat kami di suruh jungkir balik hingga kawah upas, gunung tangkuban perahu. Kami para siswa diberi batas waktu hingga pukul 5 sore untuk tiba ditempat yang telah ditentukan, apabila melewati batas waktu yang telah ditentukan, maka dianggap gugur.

Di gelap buta itu saya & 4 orang siswa yang tergabung dalam satu regu berjalan stabil saat melewati jalan raya dengan medan yang datar. Beberapa regu yang tadinya berada dibelakang regu kami nampak mendahului. Tapi karena dari titik start menuju pos 1 disuruh untuk tetap berjalan dalam formasi beregu, maka saya harus menahan diri untuk mengejar. Maklum dalam regu saya ada siswa yang sudah masuk dalam kategori bapak-bapak. Jadi tempo pergerakan agak melambat dibanding regu yang lain.

Setibanya di Pos I, bekal air minum harus diisii. Disinilah kami harus berjalan solo. Langkah kupercepat ketika trek mendatar, namun harus kuperlambat saat akan melewati Dago Green Hills, sebuah tanjakan dengan yang tak kuketahui berapa derajat kemiringannya. Lidah seakan mau keluar dari mulut saat sinar matahari mulai menyengat. 3 langkah 10 detik istirahat harus aku terapkan. Didepan aku hanya ada sekitar 4 siswa yang sama ngos ngosan. Sedangkan dibelakang seperti kumpulan semut hitam yang sedang berjalan perlahan menikmati pemandangan wajah-wajah pelatih yang mirip batu.

Sejam lebih berjalan meninggalakan pos I tibalah saya di daerah Lembang. Kalo tidak salah ingat hari itu adalah hari minggu. Sebab disepanjang jalan banyak kutemui orang yang lagi jogging atau pamer bokong bagi gadis-gadis. Disepanjang jalan Lembang banyak sekali jajanan yang menggiurkan dan membuat perut konak. Namun apa daya, aturan tata tertib yang selalu membayangiku serta tidak adanya duit membuat aku hanya bisa menghayal.

Di lembang aku kembali harus melapor sekaligus mengisi persediaan air minum sebelum melanjutkan perjalanan menuju kawah upas. Di depan saya nampak siswa putri yang berjumlah 12 orang sedang meniti langkah pada jalan menanjak didampingi oleh beberapa senior yang kami panggil saat itu dengan sebutan, pelatih.

Aku mengekor dibelakang barisan putri, namun teriakan keras dari Miliatri Setia Ningrum yang menyuruhku agar melewati barisan putri terpaksa membuatku memacu langkah dengan cepat. Tak peduli debu yang membumbung akibat gesekan derap sepatu saya yang mengikis tanah.

Panas yang menyengat semenjak pagi berganti dengan rasa sejuk setelah melewati hutan pinus, tapi tetap saja ngos-ngosan. Disini beberapa kali saya sempat beristirahat untuk menikmati angin sepoi-sepoi. Namun teriakan dari pelatih yang mirip auman singa memaksaku harus kembali melanjutkan perjalanan. Rupanya para pelatih ada dimana-mana.

Tak lama berjalan tibalah saya ditempat peristirahatan pertama. Ada sekitar 2 orang siswa yang sedang sibuk merawat kaki dengan minyak komando (minyak kelapa yang dicampur dengan bawang merah, bawang putih, cabe rawit, cabe keriting, tomat + terasi) dan itu berarti saya siswa ketiga yang tiba disitu #pret #gapenting :D. Juga ada beberapa orang pelatih yang sudah ubanan atau biasa disebut dengan ‘Pemburu Hantu’ ‘Pemburu Tua’ :D.

Setelah beristirahat kurang lebih 30 menit kami pun harus kembali berjalan menyusuri sisi kanan jalan menuju arah area wisata Tangkuban Perahu. Di jalanan nampak setiap mata memandang ke arah saya (akibat terlalu ganteng), baik itu pengunjung maupun para pelatih yang lalu lalang dengan kendaraan bermotor (iyalah masa mau jalan kaki) :D.

Puas melahap tanjakan dan melapor di pos selanjutnya, tibalah waktu yang ditunggu-tunggu, jengjerejengjerejeng…. yap waktu MAKAN SIANG :D. kita diberi waktu sejam untuk makan, sholat zuhur, merawat kaki, update status dan mck. Disini saya mempergunakan waktu dengan berolahraga mulut alias ngemil dengan snack punya teman, bukan snake. sungguh waktu yang sangat ber-kuali-tas :p.

Sore hari kami dikumpulkan di kawah upas gunung tangkuban dengan berbaris per regu yang terdiri dari 5 sampai 6 orang. Kabut tebal disertai bau belerang yang menyengat membuat suasana menjadi hening alias tegang. Hanya terdengar suara lantang dari seorang pelatih yang kalo saya tidak salah ingat gini: “Tuan Tuan apa ada diantara anda yang mau pulang/mengundurkan diri?” “Wanadriiiiii tidak” jawab kami serentak.

Selanjutnya kami digiring menuju tower/pemancar pada puncak gunung tangkuban perahu. Teriakan khas “Hello Genk” dari para pelatih disepanjang jalan yang disambut dengan teriakan Wanadri dari para siswa menggelegar cetar membahana.

Kami pun tiba di tower sekitar pukul 8 malam. Para siswa berbaris per regu sebelum diinstruksikan untuk makan malam. Didepan kami nampak 5 orang siswa akan pulang meninggalkan kami. Tentu kita para siswa maupun para pelatih tak bisa menahan mereka untuk tetap bersama. Mereka menangis sebagai tanda perpisahan ;(.

Malam makin larut namun kita belum juga beranjak dari tower. Udara dingin yang perlahan menusuk tak bisa mengalahkan rasa kantuk. Wanti-wanti dari pelatih agar tidak tidur membuat sakit kepala. Saya pun mulai mencari kesempatan dalam kegelapan (iya saat itu emang gelap) dengan tidur sambil berbicara. Jurus ini terbukti ampuh mengelabui para pelatih, hoaaammm.

Tiba-tiba saja kami dikagetkan dengan suara dari pelatih dengan teriakan “persiapan Tuan-Tuan”. Malam ini rupanya kami akan menuju area latihan gunung hutan milik Kopassus yang bernama Situ Lembang.

Barisan tertata rapi dengan jarak hanya beberapa centimeter antar siswa. Lampu senter dari para siswa menjadi sumber cahaya pada malam itu. Jalan menuju Situ Lembang hanya berupa turunan tetapi sangat sangat sangat membosankan. Saya sempat berfikir jangan-jangan pelatih yang membawa kita salah jalan sebab dari tadi belum juga nyampe di Situ Lembang.

Dan tibalah kami di Situ Lembang pada dini hari. Seperti biasa kami disuruh berbaris per regu untuk mendengar aba-aba. Selanjutnya kami digiring menuju Danau Situ Lembang dengan cara berlari melewati jalan yang penuh becek juga gelap. Senter saya yang tadinya terang kini mulai redup, bahkan kunang-kunang pun lebih terang. Siswa didepan saya menjadi patokan saat berlari pagi itu. Suara para pelatih kembali menghentak. “cepat Tuan” “rapat Tuan” terdengar berulang-ulang. Teriakan Wanadre Wanadre Wanadre Wanadre saat berlari membuat beberapa pelatih berang. Sampai-sampai ada seorang pelatih yang teridentifikasi bernama Mas Totok berteriak di telinga saya gini: Wanadri Tuan… Wanadri… pake I bukan pake E :D.

Selanjutnya kami para siswa disuruh masuk ke dalam danau. Disini saya sempat salut sama seorang pelatih yang bernama Engkus Kuswara yang turut mandi bersama kami. Kata-kata dari beliau mampu membakar semangat kami meski sedang berada dalam air :p.

Bersambung…

About Willy Agiel

Simple
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar